Rabu, 21 Juni 2017



PENGARUH BULLYING TERHADAP PROSES PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas
                       Mata kuliah : Psikologi Sosial
                                 Dosen : Moh. Sutarjo. Drs., M,Si




Oleh : Muchammad Hamzah (116090141)
Tingkat I/Kelas non Reguler

Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
UNSWAGATI
CIREBON
2016/2017
 

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah… Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Nya penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan makalah ini diajukan sebagai tugas mata kuliah Psikologi Sosial dan makalah ini sebagai bukti bahwa mahasiswa telah mengikuti proses perkuliahan selama beberapa kali pertemuan di Fakultas FISIP Kampus III UNSWAGATI Cirebon
Dengan ini penulis berterima kasih kepada dosen yang bersangkutan yang selama beberapa pertemuan ini telah memberikan sedikit ilmunya kepada seluruh mahasiswa
Akhir dari kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua sumber referensi yang turut membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan bermanfaat bagi semuanya. Amin
Wassalamualaikum Wr. Wb.  











Daftar isi

Kata pengantar........................................................................................ i
Daftar isi.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
          1.1 Latar belakang......................................................................... 1
          1.2 Rumusan Masalah ...................................................................  4
          1.3 Tujuan...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
          2.1 Bullying menurut para ahli....................................................... 5
          2.2 Beberapa jenis bullying............................................................ 7
          2.3 Penyebab terjadinya bullying................................................... 8
          2.4 Korban bullying....................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN
          3.1 Pengertian umum bullying....................................................... 11
          3.2 Solusi terhadap kasus bullyig................................................... 13
          3.3 Penyebab dan dampak bullying............................................... 14
          3.4 Dampak bullying...................................................................... 15
          3.5 Solusi untuk bullying............................................................... 16
          3.6 Perarturan UU yang mengatur kekerasan terhadap anak......... 17
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu unsur kebutuhan manusia yang memiliki manfaat untuk meningkatkan taraf hidup manusia, serta sangat berperan dalam membentuk perilaku manusia menurut ukuran normatif (baik atau buruk). Dengan terciptanya pendidikan yang baik maka diharapkan akan muncul generasi penerus bangsa berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemenuhan hak atas pendidikan juga menjadi salah satu indikator apakah suatu negara dapat dikategorikan sebagai negara maju, berkembang atau bahkan negara miskin. Sekaya apapun sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara tanpa didukung dari sumber daya manusianya yang berpendidikan tinggi, maka negara tersebut tidak akan bisa mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam tersebut dengan sebaik-baiknya.
Dewasa ini sudah banyak terjadi kasus bullying di lingkungan sekolah dan kasus ini sudah banyak mendapat perhatian terutama dari orang tua pelaku dan korban, pihak sekolah, bahkan dari pemerintah. Hal ini perlu dibahas dan diketahui lebih lanjut, karena kita ada dalam lingkaran pendidikan yang akan menemukan banyak masalah dari anak didik kita. Sebagai bahan pertimbangan itu, saya mengambil kasus ini sebagai pokok permasalahan dari makalah ini.
Sebagai sebuah hak yang hakiki maka pengaturan mengenai hak atas pendidikan diatur dalam Alinea Keempat Pembukaan dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Ke-4. Berdasarkan hal tersebut maka ditegaskan bahwa, salah satu tujuan dari pembentukkan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara baru dapat tercapai melalui pemberian suatu pendidikan yang terintegrasi dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap warga negara. Pengaturan hak atas pendidikan telah diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1) dimana disebutkan bahwa, “Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan”. Pasal tersebut bermakna bahwa negara berkewajiban memenuhi hak atas pendidikan bagi setiap warga negaranya, tanpa terkecuali atau membedakan suku, ras, agama, atau bahkan keadaan sosial dan ekonominya. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa setiap anak di Indonesia  memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dan berhak mengembangkan diri sebebas-bebasnya.
Namun dalam kenyataannya pemenuhan hak atas pendidikan justru menjadi sulit diperoleh atau cenderung tidak terlaksana dengan baik, karena sejumlah faktor. Salah satunya masih terjadinya praktek penindasan (bullying), yang sering terjadi di sekolah, baik pada tingkatan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagai sebuah institusi pendidikan maka sekolah seharusnya menjadi tempat teraman dan nyaman bagi anak didik untuk bisa mengembangkan dirinya, serta menjadikan pelajar yang mandiri, berilmu, berprestasi dan berakhlak mulia. Namun yang terjadi justru sebaliknya dimana sekolah kini hanya dijadikan tempat bagi anak-anak nakal untuk melampiaskan hobinya menggunakan kekerasan, menindas antar sesama, hingga menimbulkan ketakutan bagi pelajar lainnya yang justru ingin mengemban ilmu.
Melihat kompleksnya kasus-kasus bullying yang ada, maka Indonesia sudah masuk kategori darurat bullying di sekolah. Hampir di setiap sekolah terjadi bullying verbal dan psikologis atau mental. Bullying verbal seperti membentak, meneriaki, memaki, menghina, mencela, hingga mengejek. Sedangkan bullying psikologis atau mental, seperti memandang sinis, memelototi, mencibir, mendiamkan. Jika pemerintah tidak serius menangani dan mencegah bullying di sekolah, bangsa Indonesia akan kehilangan generasi unggul. Bagaimana tidak, anak terlihat sekolah tetapi mereka tidak nyaman dan bertumbuh dengan baik. Ini terjadi karena siswa sekolah terdampak budaya bullying yang masif
Ironisnya praktek bullying yang terjadi di sekolah ternyata tidak hanya dilakukan oleh oknum siswa sebagai pelakunya, namun tindakan tersebut juga melibatkan guru yang tidak mengambil tindakan tegas saat anak didiknya menjadi korban bullying, atau sengaja melakukan perilaku tersebut sehingga menimbulkan gangguan psikologis pada siswanya. Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan Warouw, dimana diberikan hasil bahwa salah satu bentuk bullying yang dilakukan oknum guru kepada muridnya adalah secara verbal, yaitu dengan menyebut kata-kata kotor atau tidak pantas seperti “monyet kecil” atau “monyet betina”. Sebagai remaja putri yang dalam tahap perkembangan psikologis tentunya sangat mengutamakan penampilannya, maka penyebutan kata-kata binatang tersebut tentunya akan melukai harga diri dan derajatnya dihadapan teman-temannya. Mengingat yang melakukannya adalah gurunya sendiri maka siswi tidak berani melawan atau membantah dan sengaja memendamnya, hingga akhirnya membentuk sikap yang minder, malu, merasa diasingkan, dan lain sebagainya. Adanya kondisi tersebut dapat mempengaruhi aktivitasnya dalam menimba ilmu di sekolahnya.
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kontrol sosial di sekolah mempunyai peran penting, dalam mengikat perilaku anak (pelajar). Hal ini bertujuan agar anak tersebut tidak melakukan delinkuensi, atau perilaku yang menyimpang. Iklim sekolah sangat turut mendukung agar kontrol sosial dapat berjalan dengan baik, dan terhindar dari praktek bullying. Sebaliknya jika kontrol sosial tidak bisa diterapkan dengan baik, maka praktek bullying akan mudah terjadi sehingga merugikan psikologis bagi anak yang menjadi korban. Penelitian dari Cunningham pada tahun 2007 menyebutkan bahwa bullying di sekolah merupakan masalah perilaku seorang pelajar yang dipengaruhi oleh kontrol sosial pelajar dengan lingkungan di sekolahnya, seperti interaksi dengan guru, teman-teman sebayanya, ketaatan pada peraturan dan norma-norma, metode pendisiplinan, dan ikli, yang ada pada sekolah tersebut.
Tragisnya anak-anak (pelajar) yang menjadi korban bullying, nantinya akan masih merasakan dampak kesehatan psikis dan mental lebih dari 40 tahun. Pernyataan ini didasarkan atas hasil penelitian Kings’s College London, dimana disebutkan bahwa anak-anak yang mengalami  gangguan atau bullying ketika masa anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi dan kecemasan, dan kemungkinan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah pada usia 50 tahun. Selain itu efek membahayakan dari bullying akan bertahan ketika faktor lain termasuk masalah IQ di masa anak-anak, emosional dan tingkah laku serta status ekonomi orangtua dimasukan dalam hitungan. Atas dasar inilah maka bullying merupakan peristiwa traumatik dan menyakitkan bagi anak-anak usia dini yang mengalaminya dan dampak jangka panjangnya dapat bertahan sampai beberapa tahun
1.2 Rumusan Masalah
1.    Apa itu bullying?
2.    Bagaimana ciri-ciri korban bullying?
3.    Siapa yang dapat menjadi pelaku bullying?
4.    Dimanakah tempat-tempat yang dapat melakukan bullying?
5.    Apa dampak bullying bagi korban atau siswa?
6.    Adakah dampak bullying bagi si pelaku?
7.    Apa dampak bagi anak lain yang menyaksikan bullying?
8.    Bagaimana cara penanganan bullying?
9.    Bisakah bullying dihilangkan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
·         Mengetahui pengertian bullying dan macam-macam bentuk bullying
·         Mengetahui cici-ciri dari korban kasus bullying
·         Mengetahui bagaimana ciri-ciri anak yang dapat melakukan bulling terhadap anak lain
·         Mengetahui tempat-tempat yang biasa dijadikan kasus bullying
·         Mengetahui dampak apasaja yang dapat terjadi pada korban atau siswa itu sendiri
·         Mengetahui dampak-dampak yang terjadi bagi pelaku bullying
·         Mengetahui dampak untuk anak lain yang menyaksikan kasus bullying
·         Mengetahui cara tepat penangan kasus bullying
·         Mengetahui cara perlakuan bullying itu supaya dapat dihilangkan







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Bullying menurut para ahli:
"Bullying adalah kekerasan mental dan fisik jangka panjang yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dan ditujukan pada seseorang yang tidak mampu membela dirinya sendiri sehingga kami paham jika pengalaman semacam itu dapat meninggalkan 'luka' pada si korban," ungkap peneliti Thormod Idsoe dari Universitiy of Stavanger (UiS) dan Bergen's Center for Crisis Psychology.

Definisi Bullying menurut PeKA (Peduli Karakter Anak) adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, emosional dan juga seksual.

Bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya, takut, terintimidasi, oleh tindakan seseorang baik secara verbal, fisik atau mental. Ia takut bila perilaku tersebut akan terjadi lagi, dan ia merasa tak berdaya mencegahnya. (Andrew Mellor, antibullying network, univ. of edinburgh, scotland).
2.1.1 Dampak bullying bagi pelaku:
Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya.
2.1.2 Dampak bullying  bagi korban:
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
2.1.3 Dampak bagi siswa yang menyaksikan bullying:
penelitian- penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut:
Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan, kesepian (Rigby K. 2003).
Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korban merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri (Ratna Djuwita, dkk , 2005).
Korban bullying merasakan stress, depresi, benci terhadap pelaku, dendam, ingin keluar sekolah, merana, malu, tertekan, terancam, bahkan ada yang menyilet-nyilet tangannya (Ratna Djuwita, dkk , 2005).
Membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah (Forero et all.1999).
Keinginan untuk bunuh diri (Kaltiala-Heino, 1999).
Kesulitan konsentrasi; rasa takut berkepanjangan dan depresi (Bond, 2001).
Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis (Banks R., 1993).
Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.
Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga (Rigby, K, 1999).
Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah (Rigby, K, 2003).
Perilaku bullying bisa bermacam-macam bentuknya. Sullivan (2000) membagi perilaku bullying ke dalam 2 (dua) bentuk, yaitu secara fisik, seperti menendang, mencakar, mendorong, menjambak, memukul, merusak barang oranglain, dan bentuk perilaku kekerasan fisik lainnya. Kedua perilaku bullying secara non-fisik yang dapat dibagi lagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu secara verbal, dan non-verbal. Perilaku bullying non fisik secara verbal dapat berupa mengucapkan kata-kata kasar, intimidasi, mengancam seseorang, menghina hal yang berkaitan dengan ras, pemanggilan nama secara tidak sopan, menyebarkan kabar tidak benar, dan perilaku lainnya. Sedangkan perilaku bullying non fisik secara non verbal dapat berupa bahasa tubuh yang kasar, muka yang tidak bersahabat, (perilaku secara langsung), merusak pertemanan, mengabaikan atau mengucilkan secara sengaja, mengirim surat tanpa nama yang berisi kata-kata yang jahat (perilaku secara tidak langsung).

2.2 Beberapa jenis bullying, yaitu:
1. Bullying Fisik
Jenis bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contohnya antara lain memukul, menarik baju, menjewer, menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan membersihkan WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum dengan cara push up.

2. Bullying Verbal
Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra pendengaran kita. Contoh antara lain membentak, meledek, mencela, memaki – maki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.

3. Bullying Mental Atau Psikologis
Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contohnya mencibir, mengucilkan, memandang sinis, memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggam atau email, memandang yang merendahkan.


2.3 Penyebab Terjadinya Bullying

Menurut Ariesto (2009, dalam Mudjijanti 2011) dan Kholilah (2012), penyebab terjadinya bullying antara lain :

1. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah, orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya.

2. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.

3. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.





2.4 Korban Bullying

Suatu penelitian yang dikemukakan oleh Borg (1999) dan kawan-kawannya mengupas hal hal mengenai korban bullying (Harris & Petrie, 2003), antara lain:

Korban bullying cenderung rajin dalam hal akademis daripada pelaku.
Korban bullying menganggap alasan ia mendapat perilaku bully adalah karena nilai akademis yang bagus.
Korban bullying lebih mudah cemas daripada teman-teman sebayanya.
Pengurangan jumlah korban bullying seiring kenaikan tingkat kelas.
Anak laki-laki cenderung mendapatkan perlakuan bullying secara langsung daripada korban perempuan.
Anak perempuan yang menjadi korban umumnya dipandang sebagai anak yang kurang atraktif.
Korban bullying, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hubungan yang kurang erat dengan teman-teman sekelasnya.


Ada 3 tipe korban bullying (Stephenson & Smith, dalam Sulivan 2000 ; Olweus, dalam Sullivan 2000), yaitu :

1. Korban bullying yang pasif
Ciri-cirinya adalah merasa cemas, rendahnya self-esteem dan kepercayaan diri, lemah secara fisik, dan tidak populer di antara teman-temannya. Korban yang pasif ini biasanya tidak berbuat apa-apa untuk membela dirinya.

2. Korban yang provokatif
Ciri-cirinya adalah secara fisik lebih kuat dibandingkan dengan korban bullying yang pasif, selain itu mereka juga lebih aktif dibandingkan dengan korban bullying yang pasif, sulit untuk berkonsentrasi, menyebabkan ketegangan, kekesalan dan memprovokasi teman temannya untuk membelanya.

3. Korban sekaligus pelaku bullying
Ciri-cirinya adalah mereka memprovokasi dan menghasut perilaku agresivitas pada orang lain.

 Olweus (2003) mendeskripsikan beberapa karakteristik individu yang berpotensi menjadi korban perilaku bullying :

Berpotensi menjadi korban:
Mungkin mempunyai fisik yang lebih lemah daripada teman-teman sebayanya.
Mudah curiga, cemas, sensitif, pendiam, pasif, pemalu dan mudah menangis.
Mempunyai self esteem yang rendah, secara tidak langsung mereka memberikan “tanda” bahwa mereka tidak berguna, menjadikan mereka target perilaku bullying.
Kesulitan untuk mendekatkan diri dengan teman-temannya.
Lebih mudah berhubungan dengan orang yang lebih tua, seperti orangtua di rumah ataupun guru daripada dengan teman-temannya.

Berpotensi menjadi korban bullying yang profokatif.
Mempunyai temperamen yang tinggi, dan lebih mudah untuk melawan balik jika mendapat perlakuan bullying.
Hiperaktif, sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai perilaku yang menjengkelkan.
Tidak disukai orangtua termasuk guru.










BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian umum Bullying
Bullying adalah gangguan, ‘ancaman’ , perlakuan tidak sopan dari seseorang yang menganggap dirinya lebih kuat(pelaku) kepada seseorang yang dianggapnya lemah(korban). Gangguan ini bisa bersifat psikis, fisik, atau bahkan keduanya. Bulyling ini bisa menyebabkan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh korban yang dilakukan oleh pelaku. Biasanya kejadian ini berlangsung lama bahkan sampai menahun. Selain perasaan diatas para korban juga akan merasa tidak senang atau kesal, malu, kecewa, dengan kejadian yang menimpah mereka. Tapi biasanya korban tidak punya daya untuk melawan, juga tidak mempunyai keberanian untuk melaporkan kejadian tersebut. Kejadian bullying sangat sering terjadi di area sekolah.
Berikut adalah contoh tindakan yang termasuk dalam kategori bullying :
1.      Menyisihkan seseorang dari pergaulan,
2.      Menyebarkan gosip, membuat julukan bersifat ejekan,
3.      Mengerjai seseorang untuk mempermalukannya,
4.      Mengintimidasi atau mengancam korban,
5.      Melukai secara fisik,
6.      Melakukan pemalakan.’

Menurut Dan Olweus, penulis dari Bullying at school, bullying dapat dibagi menjadi 2 :
·         Direct bullying yaitu mengintimidasi secara fisik,verbal
·         Indirect bullying yaitu mengisolasi secara social

Bentuk dan modus bullying:
·         Fisik berupa tendangan, pukulan, tamparan, meludahi, merusak, menelanjangi, menjemur, dll, yang merugikan korban secara fisik.
·         Verbal berupa mencaci maki, mengejek atau member julukan, mencela, mengancam, dll.
·         Psikis berupa pelecehan seksual, memfitnah, menghina, menyebarkan gosip, mengucilkan, dll, yang dapat merugikan korban secara mental atau perasaan.

Dampak bullying bagi korban :
1.      Stres atau depresi
2.      Berkurangnya kepercayaan diri
3.      Pendiam
4.      Menurunnya nilai akademik
5.      Merasa terkucilkan dalam pergaulan
6.      Menjadi beban pikiran atau bahkan mencoba untuk bunuh diri
  
Sebagai catatan kejadian bullying tidak hanya terjadi antar sesama siswa, senior-junior, tapi juga biasa terjadi guru-siswa. Dalam hal ini biasanya siswa merasa dipermalukan dihadapan teman-temannya ataupun dihadapan guru-gurunya karena berulang kali mendapat pemanggilan kepala sekolah, guru, ataupun pegawai tata usaha jika siswa tersebut menunggak iuran sekolah.
Dalam kasus lain menjadi hal yang tidak mungkin apabila korban bully akan menjadi pelaku bully pada anak lain untuk merasa puas dan membalaskan dendam.
Hal-hal yang dapat dicermati dalam kasus bullying:
1. Tanda-tanda anak yang menjadi korban bullying:
·         Timbulnya keluhan atau perubahan tingkah laku atau emosi anak karena depresi yang ia alami sebagai korban bullying
·         Adanya masukan laporan dari teman ataupun guru mengenai kejadian bullying yang di alami anak tersebut.
2. Tanda-tanda anak sebagai pelaku :
·         Anak menjadi agresif khususnya pada anak lain yang lebih muda usianya
·         Anak tidak memperlihatkan emosi negatifnya pada anak yang lebih tua tapi sebenarnya anak itu memiliki perasaan yang tidak senang.
·         Ketika bersama orang tua sesekali anak bertindak agresif.
·         Adanya laporan dari berbagai pihak ketika ia melakukan tindakan agresis.
·         Anak yang pernah menjadi korban bully bisa jadi akan menjadi akan pelaku bully.

3.2 Solusi terhadap kasus bullying
Untuk orang tua :
1.      Satukan pemikiran antara suami dan istri untuk menangani masalah yang terjadi pada anak.
2.      Kenali dan perdalam karakter anak agar dapat mengantisipasi bermacam potensi pengintimidasian yang mungkin dapat menimpah anak.
3.      Menjalin komunikasi dengan anak, supaya anak merasa nyaman menceritakan berbagai hal yang terjadi disekolah kepada orang tuanya.
4.      Jangan mudah ikut campur tapi orang tua harus membiasakan timbulnya rasa keberanian dan percaya diri pada anak untuk menyelesaikan urusannya sendiri.
5.      Jika sudah perlu dalam situasi yang tepat orang tua dapat ikut campur untuk menyelesaikan masalah anaknya.
6.      Bicaralah dengan orang yang tepat
7.      Jangan turuti jika anak meminta untuk pindah sekolah karena itu akan mengajarkan kepada anak untuk lari dari masalah.

Untuk para guru :
1.      Sebisa mungkin mendapatkan kejelasan informasi mengenai apa yang terjadi.
2.      Bantu siswa menyelesaikan masalahnya jangan menyalahkan siswa tersebut.
3.      Jika perlu mintalah bantuan guru BP atau ahli professional untuk mengembalikan kondisi korban kesemula.

Pencegahan untuk anak supaya tidak menjadi korban bullying :
1.      Jadikan anak mempunyai kemampuan untuk membela dirinya sendiri dapat berupa pertahanan fisik : bela diri, kemampuan motorik yang baik dan kesehatan yang prima. Ertahanan psikis mempunyai : rasa percaya diri, keberanian akal sehat, dan menganalisis sederhana, juga mampu menyelesaikan permasalahannya.
2.      Bekali anak supaya mempunyai kemampuan menghadapi berbagai kondisi yang tidak menyenangkan.
3.      Jika kejadian bullying tetap terjadi sebisanya beritahukan kepada anak dimana tempat untuk memintai pertolongan atau melaporkan tindakan bullying yang dia alami.
4.      Sebisa mungkin anak mempunyai kemampuan bersosialisasi yang baik.
5.      Sekolah dapat meniadakan perlakuan bullying

Penanganan untuk anak yang menjadi pelaku bullying :
1.      Mulai ajak anak bicara tentang apa yang ia lakukan
2.      Segera cari penyebab anak melakukan hal tersebut
3.      Jangan menghakimi anak sebaliknya kita harus memposisikan diri untuk menolongnya
3.3 Penyebab dan Dampak Bullying
Banyak sekali faktor penyebab mengapa seseorang berbuat bullying. Pada umumnya orang melakukann bullying karena merasa tertekan, terancam,terhina, dendam dan sebagainya. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan perilaku bullying antar pelajar :
a. Faktor Keluarga
Pelaku  bullying  bisa jadi menerima perlakuan bullying pada dirinya, yang mungkin dilakukan oleh seseorang di dalam keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Hal ini akan diperparah dengan kurangnya kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan pengarahan membuat anak memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku bullying. Sebuah studi membuktikan bahwa perilaku agresif meningkat pada anak yang menyaksikan kekerasan yang dilakukan sang ayah terhadap ibunya.


b. Faktor Kepribadian
Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak. Seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang yang pasif atau pemalu.
Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak suka dengan perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap orang lain.
c. Faktor Sekolah
Tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan seringnya terjadi peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat pengawasan di rumah, rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perlaku  bullying  di kalangan siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain dan lapangan, karena biasanya di kedua tempat tersebut perilaku  bullying  kerap dilakukan. Penanganan yang tepat dari guru atau pengawas terhadap peristiwa bullying adalah hal yang penting karena perilaku bullying  yang tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan kemungkinan perilaku itu terulang.

3.4 Dampak Bullying
a. Gangguan Kesehatan Fisik
Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian.


b. Menurunnya Kesejahteraan Psikologis      
Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Dari penelitian yang dilakukan Riauskina dkk., ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder).

3.5 Solusi untuk Bullying
Upaya mencegah dan mengatasi bullying di sekolah bisa dimulai dengan:
a. Menciptakan Budaya Sekolah yang Beratmosfer Belajar yang Baik.
Menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer belajar tanpa rasa takut, melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan bullying di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model penerapan sistem anti-bullying, serta membangun kesadaran tentang bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke tingkat rumah tangga dan tempat tinggal.

b. Menata Lingkungan Sekolah Dengan Baik.
Sekolah dengan baik, asri dan hijau sehingga anak didik merasa nyaman juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan akan membantu untuk pencegahan bullying.


c. Dukungan Sekolah terhadap Kegiatan Positif Siswa.
Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.

3.6 Perarturan UU yang mengatur kekerasan terhadap anak

UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah memuat tindak pidana yang dapat dikenakan terhadap penegak hukum yang dalam memeriksa perkara anak yang berhadapan dengan hukum melakukan tindak kekerasan atau penyiksaan terhadap anak. Ketentuan tersebut terdapat di dalam Pasal 80 ayat (1), (2), dan (3) sebagaimana tersebut di bawah ini

Pasal 80
(ayat 1)
Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(ayat 2)
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(ayat 3)
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).


BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan:
Tidak ada anak yang pantas menjadi korban bullying dan anak yang pantas menjadi pelaku bullying. Dalam alasan apapun, bullying tidak dibenarkan dilakukan dalam area sekolah ataupun dimana saja, dalam keadadaan dan situasi apapun. Maka dari itu, STOP BULLYING! Bullyng hanya akan mengakibatkan hal-hal negative terhadap korban dan pelakunya.
Bullying bisa dicegah, ditanggulangi dan diperbaiki menurut cara-cara yang sudah dipaparkan diatas. Hal yang paling penting adalah, kita sebagai calon pengajar ataupun calon orang tua, sedini mungkin menanamkan nilai-nilai moral pada anak agar tidak melakukan hal-hal negative seperti bullying terhadap anak lain. Juga, anak harus dibekali keberania agar berani mengatakan TIDAK pada tekanan-tekanan negative yang ia terima.

Saran:
Perlu adanya perhatian dari semua pihak baik orang tua, guru dan pihak sekolah agar kasus bullying dapat dihapuskan dan tidak akan ada lagi korban-korban bullying selanjutnya. Hal ini perlu diseriusi, agar generasi penerus tidak mengalami gangguan-gangguan yang mungkin dapat mengakibatkan kerugian besar bahkan trauma dikemudian hari. Dalam pembuatan makalah ini pasti terdapat kesalahan-kesalahan baik dalam penulisan ataupun lainnya.
Maka dari itu saya dengan senang hati menerima saran dan kritik agar saya dapat mengetahui  kesalahan saya dan agar bisa diperbaiki pada makalah selanjutnya.







Daftar Pustaka

·         UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
·         Pasal 80 ayat 1, 2, dan 3
10.54 20/10/16
10.56 20/10/16
11.03 20/10/16